Belajar dari Narman untuk #BukaInspirasi di BukaLapak

Apa yang terlintas di pikiran anda ketika mendengar kata ‘badui’?

Badui secara umum merupakan suku bangsa pengembara di jazirah Arab. Segala hal yang tersebut sebagai badui, teridentifikasi ke dalam komunitas yang memegang teguh adat istiadat leluhurnya.

Istilah badui yang sama pun dinisbatkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia kepada sebuah suku di pedalaman Lebak, Banten. Nama suku itu kerap disebut sebagai Urang Kanekes alias Orang Kanekes menurut Bahasa Indonesia.

Kanekes merupakan nama desa yang dihuni oleh suku tersebut. Desa Kanekes masuk ke dalam teritori Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten, dan berjarak 152 km dari Jakarta. Desa ini terdiri dari 65 kampung yang terdiri atas dua macam suku Badui, yakni Badui Luar dan Badui dalam.

Kanekes dihuni oleh sekitar 11.700 jiwa yang mendiami dataran perbukitan dengan ketinggian 300 hingga 600 meter diatas permukaan laut. Hal menarik dari suku ini adalah tentang komitmennya dalam menjaga kearifan lokal, sehingga adat, budaya, dan alam sekitar disana masih sangat asri dan terawat.

Oleh karena alamnya yang asri dan kearifan lokal yang terjaga dengan baik, Desa Kanekes telah menjadi tujuan wisata budaya adat, sehingga banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.

Setiap pengunjung yang masuk ke kawasan ini mesti mematuhi aturan yang berlaku. Salah satu yang mungkin mencolok bagi kaum modern seperti kita adalah adanya larangan untuk membawa masuk benda-benda elektronik seperti pengeras suara, radio, tape, sampai tidak boleh membawa bungkus makanan berupa plastik dan kertas.

Selain alam dan kearifan lokal yang bisa dinikmati sebagai wisata itu, masyarakat Kanekes memiliki keterampilan dalam memproduksi kerajinan tangan yang fungsional dan bernilai ekonomis. Namun tidak semua orang berkesempatan berkunjung ke Kanekes.

Disinilah perumusan masalah yang mesti dipecahkan. Bisakah orang yang tidak berkunjung, bisa mendapatkan ‘merchandise‘ asli khas Kanekes?

Seorang pemuda Badui bernama Narman Alchimin menjawabnya, “Bisa.”

Narman merupakan penduduk asli Desa Kanekes, tepatnya Kampung Marengo yang merupakan kawasan suku Badui Luar. Ia memiliki cita-cita sederhana, yakni agar para perajin, yang merupakan salah satu penjaga adat istiadat Badui, memiliki kesinambungan hidup. Salah satu caranya ya dengan menjual hasil karya tersebut.

Kalau cuma mengandalkan pengunjung yang datang ke Desa Kanekes saja, agaknya penjualan itu bakalan tidak optimal. Namun untunglah, seorang pengunjung menyarankan Narman belajar internet, media sosial, dan marketplace.

Disinilah tantangan itu dimulai. Narman berhadapan dengan keterbatasan yang tidak memungkinkan dirinya untuk go online layaknya jutaan UMKM di Indonesia. Desa Kanekes harus tetap menjaga dirinya dan terjaga kelestariannya apapun yang terjadi. Maka tak ada toleransi untuk dibangun tower telekomunikasi, meskipun demi terpasarkannya hasil kerajinan suku Badui dengan mudah.

Maka Narman mengatasi keterbatasan itu dengan kakinya. Ia berjalan sejauh 3 kilometer ke wilayah Ciboleger. Jarak sejauh ini ia tempuh selama sejam. Jika dikalkulasi, rata-rata Narman menempuh 6 kilometer dan memakan 2 jam perjalanan jalan kaki. Dan itu dilakukannya setiap hari.

Apa yang Narman lakukan? Ia melakukan hal yang untuk ukuran kita sangat mudah, yakni mencari tempat yang terjangkau sinyal telekomunikasi. Tempat paling dekat ya cuma berada di Ciboleger tadi.

Rutinitas Narman ini dilakukan agar komitmennya terhadap adat Badui tetap terjaga, dan para penjaga adat tersebut tetap memiliki hidup yang berkesinambungan. Ia go online lewat Bukalapak. Melalui akunnya Baduy Craft, Narman mempromosikan segala macam kerajinan orang Kanekes terhadap orang luar.

Setelah tantangan sinyal teratasi, Narman punya tantangan lain yang tidak kalah melelahkan buat kita yang melihatnya. Ketika ada orang yang bertanya ketersediaan stok, memesan barang, maupun bernegosiasi harga, Narman mesti kembali ke Kanekes untuk memastikan jawabannya. Sehingga rute yang ditempuh tadi bisa semakin panjang dan melelahkan.

Narman menginspirasi kita semua meski melalui video berdurasi 3 menit 52 detik di akun Youtube Bukalapak. Ia tetap menjaga komitmen komunitas, mengatasi keterbatasan, dan memenuhi cita-citanya.

Mungkin diluar sana pun banyak Narman lainnya yang belum terekspos. Banyak dari mereka yang menjadi alasan dari 85 juta kunjungan situs Bukalapak setiap bulannya dan pembukuan transaksi lebih dari Rp50 miliar setiap hari.

Bukalapak memang terbuka dan prospektif. Ada puluhan ribu pengusaha mikro hingga besar yang berada di situs marketplace yang didirikan oleh Achmad Zaky ini. Namun kesuksesan itu selalu tergantung pada bagaimana seseorang membuka inspirasinya, menunaikan cita-citanya, komitmen terhadap visinya, dan kerja keras dalam mengatasi hambatan yang muncul. Ya, seperti Narman.

Eh, sebentar, dari tadi ngobrol soal Bukalapak sudah tahu \’kan Bukalapak ini apa? Lalu, sudah tahu belum kalau ada PROMO MERDEKA DARI MAHAL di Bukalapak?

Leave a Comment