Backup Data Jadi Menyenangkan dengan USB OTG SanDisk

Siapa yang sanggup beraktivitas tanpa smartphone dewasa ini? Saya lebih memilih tertinggal dompetnya dibandingkan benda segi empat tersebut tidak terbawa. Sebab koneksi dengan dunia luar, melaksanakan tugas, hingga mengabadikan momen baik lewat gambar maupun video selalu dilakukan lewat smartphone.

Sebagai pekerja purna waktu dibawah Kementerian Sosial, yang seringkali mendapatkan tugas ketika berada di lapangan, smartphone tentu menjadi penolong. Sebab benda yang bisa langsung terkoneksi dengan internet, memiliki kamera yang bagus, dan mempunyai aplikasi input data saat ini hanya smartphone.

Agustus kemarin, tugas validasi datang. Sekadar informasi, kegiatan validasi dalam istilah pekerjaan kami adalah verifikasi terhadap data calon peserta program yang diterima dari Kementerian Sosial. Apakah mereka masih layak untuk dibantu, memiliki komponen kepesertaan, dan ketersediaan untuk komitmen terhadap program pemerintah. Kalau semua ceklis, maka mereka akan diteruskan untuk dibuatkan rekening bank dan kartu ATM-nya.

Yang saya lakukan setelah verifikasi adalah menginput data yang sudah tersedia di aplikasi e-PKH pada smartphone. Sayangnya pada saat pengerjaan, aplikasi tersebut belum berjalan dengan baik. Pasalnya masih ada bug sehingga pemotretan calon peserta tidak bisa dilakukan secara langsung lewat aplikasi.

Atas saran dari koordinator, maka pemotretan calon peserta beserta rumahnya itu dilakukan secara manual. Ya, semuanya difoto satu persatu dan disimpan di memori smartphone. Kelak dalam beberapa hari aplikasi itu sudah diperbaiki bug-nya, foto tadi dipindahkan ke komputer dan difoto ulang.

Saya mendapatkan tugas untuk memvalidasi 150 calon peserta. Untuk setiap satu peserta, saya mesti mengumpulkan empat foto, yakni foto depan rumah bersama calon peserta itu, kemudian kamar tidur, kamar mandi, dan dapur. Jadi ada 600 buah foto yang ada di memori smartphone. Kalau satu foto memiliki kapasitas 5 MB, maka foto tersebut bakal memakan kuota memori sebesar 3 GB.

Pertanyaannya kemudian bukan soal muat atau tidak, sebab bukan hal yang sulit menyisihkan kuota memori 3 GB. Namun adanya kekhawatiran soal kerusakan maupun kehilangan data dari hasil potret itu yang menjadi soal. Sebab apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, maka waktu dan tenaga tentu bakal terbuang percuma. Belum lagi dihadapkan pada tenggat waktu yang tersedia.

Kekhawatiran ini bertambah mengingat pada masa lalu, saya memiliki kebiasaan buruk perihal backup data.

Studi Perilaku Manajemen Data Penduduk Indonesia

Perilaku saya ini mirip dengan hasil dari sebuah studi yang bertajuk Indonesian Consumer Mobile Habit and Data Management Survey. Studi tersebut menyatakan kalau 97 % dari 1.120 responden mengandalkan smartphone dalam aktivitas sehari-hari.

Smartphone sudah menjadi barang substitusi paling hegemonik. Ia menggantikan komputer untuk browsing internet dan menginput data. Yang paling lumrah adalah menggantikan fungsi kamera untuk memfoto dan merekam video.

Hal ini dikuatkan juga oleh studi tersebut yang menunjukkan kalau responden menyatakan fungsi smartphone bagi mereka adalah mengambil gambar, dimana persentasenya mencapai 93 %. Dilanjutkan dengan menelepon (87 %), chatting (72 %), merekam video (63 %), dan mengakses media sosial (63 %).

Pantas saja kemudian diketahui kalau isi dari memori smartphone dipenuhi oleh foto (98 %) dan video (79 %). Sisanya ada yang diisi dengan file musik (71 %), aplikasi (56 %), dan dokumen (28 %).

Meski data berupa foto terlihat cukup dominan, namun sering tidak disadari kalau yang banyak memakan kuota memori justru video. Sebab ukuran file-nya jauh lebih besar.

Saya sendiri biasa merekam video dengan durasi 5 hingga 10 menit untuk stock shot channel YouTube. Satu file video tadi bisa memakan kuota memori hingga 2 GB. Kalau ada 15 video saja, maka sudah 30 GB kuota memori harus direlakan.

Untung saya memakai smartphone dengan memori 64 GB. Meski tersisa memori kosong secara default sebesar 50,1 GB, hingga hari ini saya tak pernah mencapai garis batas seperti hasil survey. Kebanyakan responden hanya memiliki ruang kosong sebesar 1 – 3 GB saja. Karena mereka memakai smartphone dengan memori 16 – 32 GB.

Tapi tetap saja, kebiasaan lama saya yang tidak suka melakukan backup membuat smartphone cepat sekali penuh. Untuk memberikan ruang bagi file baru, saya mesti menghapus data yang lama. Yang dihapus ini sebetulnya bukan karena tidak penting, namun karena ada yang lebih penting jadinya mau tak mau ya mesti #DibuangSayang.

Dalam studi tadi, ternyata ada responden yang kelakuannya mirip dengan saya ini. Jumlahnya cukup banyak, ada 51 % atau sekitar 571 responden.

Dalam studi itupun ada 67 % responden yang pernah kehilangan data. Dan hanya sepertiganya, atau sekitar 22,3 % yang melakukan backup. Sisanya, 44,7 % perilakunya mirip saya lagi, yakni malas untuk melakukan backup data.

Fakta lain dari studi tersebut, ada lebih dari 80 % responden sebetulnya menyadari kalau backup itu penting dan harus dilakukan. Namun yang saya alami sendiri di masa lalu, betapa malasnya memang melakukan backup.

Untuk melakukan backup, saya dan mungkin juga setiap orang mesti menyediakan ruang kosong di perangkat lain. Belum lagi berurusan dengan berbagai macam folder yang ada di dalam memori smartphone. Kalau melakukan backup ke cloud storage, selain kerepotan itu tentu harus tersedia koneksi internet yang bagus.

Studi yang dihelat oleh Western Digital dan bekerjasama dengan lembaga riset pasar DEKA tersebut tentu hanya menjelaskan perilaku manajemen data dari orang Indonesia saja. Namun sebagai perusahaan yang bergerak di bidang industri teknologi informasi, Western Digital juga menghadirkan solusi.

Perusahaan yang berbasis di San Jose, California, Amerika Serikat ini memiliki anak usaha bernama SanDisk. Melalui anak usahanya ini, Western Digital menawarkan backup data dari smartphone yang lebih aman dan menyenangkan dengan USB OTG SanDisk.

USB OTG SanDisk merupakan perangkat keras yang memiliki dua interface. Untuk itulah benda ini kerap disebut dengan dual drive. Interface yang pertama berbentuk USB Type A, dan yang kedua bentuknya USB micro B atau USB Type C. Interface kedua ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing smartphone.

Setahun ini saya sudah memakai produk dari #SanDiskAPAC. Waktu itu dengan ketergesaan karena diburu tugas dan keterbatasan budget, saya membeli SanDisk Ultra Dual Drive USB 3.1 Type C yang berkapasitas 16 GB. Saat itu harganya masih Rp145.000. Sekarang kabarnya sudah turun banyak. Anda bisa mengeceknya di Official Store SanDisk di Shopee.



Keuntungan Melakukan Backup Lewat USB OTG SanDisk

Pengalaman saya memakai USB OTG SanDisk sangat menyenangkan. Saat pertama kali dikoneksikan ke smartphone, perangkat kecil tersebut meminta untuk menginstal SanDisk Memory Zone. Setiap kali dikoneksikan, tak perlu repot mencari letak aplikasi ini di smartphone. Sebab ia bakal melakukan plug and play secara default.

Saat pertama kali diinstal, ia juga melakukan penyortiran data. Ia membagi data di smartphone saya kedalam jenisnya masing-masing. Data berupa foto, video, dokumen, aplikasi, yang pada mulanya tercerai-berai di foldernya masing-masing, dikumpulkan oleh aplikasi ini kedalam satu folder sesuai jenis datanya.

Dengan begitu, tak heran apabila aplikasi ini dengan mudahnya memilah file sampah yang berasal dari cache maupun file APK usang untuk dibuang. Buat yang menganggap kiriman file dari WhatsApp adalah sampah juga, aplikasi ini juga memberikan opsi satu tombol untuk menghapusnya.

Kembali soal backup, di aplikasi ini tersedia tombol backup baik manual maupun otomatis. Yang otomatis ini bisa diatur berdasarkan tanggal. Jadi fitur backup otomatis ini mesti diatur agar pada tanggal tertentu, aplikasi ini bisa melakukannya sendiri.

Buat yang suka mem-backup akun media sosial, aplikasi ini juga sangat membantu. Sebab backup Facebook, Instagram, dan Google Photos hanya satu klik saja. Asal terlebih dulu anda mengoneksikan SanDisk Memory Zone dengan akun media sosial tersebut.

Untuk pemakai produk Apple seperti iPhone dan iPad, SanDisk juga punya iXpand Flashdisk yang dipadukan dengan iXpand Drive App. Fungsi dari iXpand Drive App ini sama seperti SanDisk Memory Zone, tetapi hanya berjalan di iOS.

SanDisk Memory Zone maupun iXpand Drive App juga menghubungkan smartphone dengan akun-akun cloud storage, sehingga apabila flashdisk tidak terbawa, anda tetap bisa langsung melakukan backup.

Pemilihan USB OTG SanDisk harus disesuaikan dengan port USB pada smartphone masing-masing. Smartphone Android saat ini ada dua jenis port, yakni micro-USB dengan USB Type C. Perangkat iOS memakai port lightning. Semuanya bertujuan untuk memudahkan backup dan membuat memori smartphone lebih lega.

Kalau merasa masih kurang, SanDisk juga menyediakan fasilitas peningkatan kapasitas penyimpanan eksternal dengan SanDisk Extreme® microSD. Untuk pemilihan kapasitasnya, bisa disesuaikan dengan daya dukung smartphone masing-masing.

Penutup

Setahun ini USB OTG SanDisk telah banyak membantu saya, terutama dalam tugas-tugas profesi yang saya tekuni selama ini. Secara fisik ia banyak membantu saya menyimpan data, dan secara digital juga memudahkan untuk melakukan backup lewat aplikasi SanDisk Memory Zone.

Suksesnya kegiatan validasi bulan kemarin juga berkat flashdisk ini. Saya jadi tidak repot-repot harus menyisihkan ruang apalagi sampai menghapus file yang masih penting namun sudah tidak terpakai.

Untuk itulah bisa saya simpulkan kalau melakukan backup data dengan USB OTG Sandisk adalah solusi terbaik untuk menyelamatkan data di smartphone dari risiko hilang dan rusak dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Leave a Comment