Alasan Mengapa Smartphone Xiaomi Selalu Gaib

Peluncuran Xiaomi Redmi Note 8 dan Redmi Note 8 Pro di Indonesia beberapa waktu lalu menyisakan hal lucu. Masuknya smartphone Xiaomi terbaru ke pasar Indonesia selalu dibarengi harga yang cukup merusak pasar. Hal lucunya adalah, tebakan sebagian orang yang selalu tepat kalau smartphone ini gaib.

Gaibnya smartphone Xiaomi memang bisa ditebak. Sebab mereka sering melakukannya. Kalaupun itu tak disengaja, ya kegaiban itu paling tidak sering menimpa mereka. Soal sengaja atau tidak, tentu diluar kuasa saya untuk menjawabnya. Saya hanya ingin berasumsi bahwa Redmi Note 8 dan Redmi Note 8 Pro serta smartphone Xiaomi sebelumnya yang mengalami hal gaib punya alasan sendiri.

1. Pencitraan Pasar

Apa yang dilakukan Xiaomi, sepanjang yang saya lihat di Indonesia, cukup membuat konsumen merasa senang. Sebab mereka menghadirkan smartphone bagus dengan harga yang cukup terjangkau atau lebih murah dari harga pasar.

Sayangnya Xiaomi hanya melakukan rekayasa pasar an sich. Mereka pada saat meluncurkan produk, sepertinya tidak berniat untuk berjualan. Mereka hanya menentukan harga semau mereka agar produknya punya insight sebagai “smartphone murah berkualitas bagus”. Dan pencapaian itu berhasil.

Orang-orang jadi banyak membandingkan smartphone lain dengan Xiaomi. Peduli setan dengan value for money. Yang penting spesifikasinya bagus dan harganya murah. Selesai.

Lalu buat apa Xiaomi melakukannya? Pada kasus Redmi 5A, Xiaomi menaikkan harga yang semula Rp999.000 berubah menjadi Rp1.099.000. Dengan konsep ‘harga perkenalan’ yang pada akhirnya menjadi rebutan di e-commerce, membuat kemungkinan harga yang sebenarnya dipatok tidak semurah itu.

Maksudnya kalau Xiaomi memiliki stok barang 5.000 buah (ini hanya permisalan), mereka hanya menyediakannya sebanyak 500 saja untuk dijual dengan harga perkenalan itu. Nah giliran penjualan aslinya bakal mereka lepas dengan harga normal.

Dengan cara seperti ini, rekayasa pasar Xiaomi bisa ditebak. Mereka menciptakan ‘kelaparan’ terlebih dahulu akan suatu produk, baru kemudian ‘makanan’ pengobatnya dikeluarkan. Orang kalau merasa lapar tentu tak peduli kalau harganya naik. Begitu pikir Xiaomi. Ya, banyak orang menyebut teknik ini dengan sebutan hunger marketing.

Sayangnya rekayasa pasar ini sudah dibaca oleh kompetitor. Misalnya Realme dan Samsung. Keduanya tidak seperti Xiaomi yang menyediakan 5.000 namun menjual 500 saja. Para pesaing itu langsung menyebar stok yang tersedia untuk memenuhi pasar. Hasilnya terlihat dari angka market share yang memperlihatkan Samsung tetap berada di puncak dan Realme terus merangsek lima besar, sementara Xiaomi mengalami kemunduran.

2. Menciptakan Fanbase Fanatik

Kalau anda pernah menemui perayaan tertentu dari sebuah tempat suci, kemudian penganut agamanya berebutan untuk mengambil ‘berkah’ dari makanan atau benda yang menjadi bagian dari perayaan itu, maka disitulah kita bisa menyebut mereka sebagai penganut yang cukup fanatik.

Pada sebuah merek hal ini juga bisa terjadi. Anda bisa melihatnya ketika Apple merilis perangkat iOS terbaru. Maka setiap Apple Store di seluruh dunia bakal terlihat pemandangan orang-orang yang antre. Xiaomi sepertinya pengin melakukan hal yang sama dengan Mi Store mereka.

Fanatisme ini bisa diciptakan dengan ‘menghilangkan’ produk tersebut dari pasar saat permintaan sedang tinggi. Para fans yang berhasil saat flash sale ibarat mendapatkan ‘jimat’ sehingga menambah unsur kefanatikan orang tersebut pada merek tersebut. Dan pada Xiaomi rasa-rasanya demikian.

Bahkan orang-orang ini bakal menjadi pembela dari gaibnya produk tersebut di pasaran. Ia bisa dengan rela mengatakan kalau gaibnya produk itu merupakan strategi marketing yang sangat jitu dari Xiaomi. Ditambah pula dengan flash sale yang ketat tersebut, bisa membuka rejeki bagi pihak ketiga seperti tengkulak maupun joki.

Apakah Xiaomi berhasil dengan fanbase mereka terutama di Indonesia? Ya. They’ve done very well.

3. Kalkulasi Biaya Produksi

Anggaplah Xiaomi membuat satu unit smartphone dengan modal Rp2.000.000 dan mereka menjualnya dengan harga Rp3.000.000. Pada saat yang sama, smartphone dengan spesifikasi serupa dijual dengan harga Rp3.500.000. Ya, smartphone Xiaomi terlihat jauh lebih murah. Dan memang jauh lebih murah, seperti biasanya.

Dengan penjualan 1.000 unit, Xiaomi bakal mendapatkan untung senilai Rp1 miliar, sementara smartphone kompetitor mendapatkan Rp1,5 miliar. Namun Xiaomi hanya berhenti pada 1.000 unit saja, sementara pesaingnya terus memproduksi smartphone dengan risiko penurunan harga jual dan peningkatan biaya produksi.

Keberanian Xiaomi untuk menjual memang patut dipertanyakan juga. Mereka terlampau asyik dengan pemberian harga yang murah dengan stok barang yang sedikit. Terlebih sebagaimana diketahui, pabrikan China ini juga tidak mau melakukan spekulasi dengan memasukkan smartphone flasghip mereka ke Indonesia.

Sepertinya mereka memilih untung Rp1 miliar tapi pasti, dibandingkan mendapat untung Rp3 miliar tapi dalam jangka waktu yang lama. Eh, tapi yang Rp1 miliar itu ‘kan bisa berkembang juga dari penghasilan iklan. Ehm.

Demikian asumsi saya soal kenapa smartphone terbaru dari Xiaomi menjadi gaib. Ya namanya juga asumsi, mohon dimaafkan apabila terdapat kesalahan. Terima kasih sudah membaca ya.

1 thought on “Alasan Mengapa Smartphone Xiaomi Selalu Gaib”

  1. terimakasih, betul sekali smartphone xiaomi sangat misterius dan banyak alasan yang gak masuk akal hehe.

Leave a Comment