Tips Menghindari Penggunaan Software Bajakan

Sebagai pelaku industri digital, kebutuhan akan peranti lunak atau software, semacam kebutuhan para tukang ojek akan motornya. Kebutuhan yang seolah-olah tak bisa tergantikan. Sayangnya, banyak diantara peranti tersebut harganya tidak ramah di kantong.

Dimulai dari Windows 10, harganya berkisar di angka Rp1,8 juta. Meski harganya mendekati ponsel di kelas mid-range dengan sistem operasi Android, mau tak mau memang mesti dibeli. Sebab tanpa keberadaan sistem operasi di komputer, software yang lain tidak ada gunanya. Nah, permulaan saja sudah berat begini.

Peranti untuk menulis, Windows 10 memang sudah menyediakan Notepad maupun Wordpad. Untuk membuat draft sebelum dituangkan ke blog, saya terbiasa menuliskannya di Notepad karena formatnya lebih netral. Namun Notepad saja tidak selalu bisa diandalkan manakala klien meminta dikirimkan file dalam bentuk .doc yang berarti harus menggunakan Microsoft Word.

Sebagaimana diketahui, harga Microsoft Word dan kawan-kawan yang tergabung dalam Microsoft Office dibanderol sekitar Rp3 jutaan. Ya, itu untuk Microsoft Office 2016, versi dibawahnya biasanya lebih murah.

Untuk kebutuhan blogging, menulis saja ternyata tidak cukup. Banyak pemenang lomba blog memiliki jurus rahasia untuk mendulang hadiah. Jurus rahasia itu terletak pada keberadaan infografis, gambar, dan video yang sangat elok. Artinya ada dua kebutuhan software lagi yang mesti dipenuhi, yakni software edit gambar dan edit video.

Banyak yang menggunakan Corel Draw untuk mendesain gambar. Cuma asal tahu saja, harga CorelDRAW Graphics Suite 2018 full version dipatok di angka $669 atau sekitar Rp9,6 juta. Mamaia mahalnya ‘kan? Untuk mengedit video, khususnya para Youtuber yang amatir, kabarnya banyak yang memakai Filmora.

software_bajakan

Software buatan China itu dibanderol $60 (sekitar Rp800 ribuan) untuk lisensi sepanjang masa atau separuhnya untuk lisensi setahun. Kalau YouTuber tingkat pro biasanya memakai Adobe Premiere yang harganya lebih mahal.

Nah, mari kita hitung berapa budget yang dibutuhkan untuk membeli software saja. Saya kalkulasikan secara sederhana.

Windows 10 + Microsoft Office + CorelDRAW Graphics Suite 2018 + Filmora Wondershare berarti Rp1.800.000 + Rp3.000.000 + Rp9.600.000 + Rp800.000 = Rp15.200.000.

Wow, lebih mahal dibandingkan Oppo Find X ya. Ini berarti kebutuhan untuk menjadi bloger saja memang semahal itu, belum komputernya, gear untuk memotret, internet, dan kebutuhan kopi yang biasanya wajib menemani ketika menulis.

Di satu sisi, itulah mengapa jasa seorang pekerja digital, konten kreator, dan sejenisnya tidak bisa dipandang sebelah mata dan dihargai dengan ‘harga pertemanan’. Sebab modalnya guedhe, bro!

Namun di sisi yang lainnya, sebetulnya ada alternatif-alternatif yang bisa dilakukan agar budget-nya tidak semahal itu. Nanti dijelaskan dibawah.

Nah, mari kita simak tips agar budget yang keluar bisa lebih hemat.

Beli hardware/perangkat paketan

Saat ini, produsen laptop, notebook, tablet, maupun komputer built-up sudah memasangkan perangkat yang mereka rakit dengan ketersediaan software yang orisinal. Misalnya kalau kita membeli sebuah laptop, pemilik toko sudah menginstalnya dengan Windows 10 bawaan dari produsennya. Kalau tokonya resmi, software ini terjamin orisinalitasnya.

Dengan cara ini, kita sudah memangkas budget untuk software menjadi Rp13.400.000. Namun cara ini hanya bisa dilakukan kalau kita membeli laptop atau komputer yang baru.

Kalau sering online atau terhubung ke wifi, sebaiknya memilih laptop dengan sistem operasi Chrome. Dengan sistem operasi ini, banyak software gratis yang bisa didapatkan dari Google. Misalnya untuk menggantikan Microsoft Office ada Google Docs, Google Sheets, dan Google Slides. Bahkan di Chrome sendiri, kita bisa menggunakan Microsoft Office secara online dan gratis.

Mencari software alternatif

Windows 10 atau bahkan dibawahnya memang tidak bisa digantikan dengan yang lain. Pasalnya software pendukung buat sistem operasi ini sangat melimpah di pasaran, dan kebutuhan kerja pun masih banyak yang menggunakan software Windows-based. Berbeda halnya kalau lingkungan kita bisa mendukung penggunaan Linux.

Sementara itu, untuk kebutuhan bloger, saya biasa membuat desain sederhana untuk gambar cover blogpost memakai Canva. Ini merupakan software online, yang lagi-lagi tentu saja fleksibilitasnya masih kalah jauh dibandingkan CorelDRAW. Untung saja, buat bloger, CorelDRAW bukanlah software wajib, sehingga bisa diganti oleh apa saja, yang budgetnya gratis lebih ringan.

Kalau berat untuk membeli lisensi CorelDraw dan Photoshop, sebetulnya bisa diakali dengan software open source yang ada di internet. CorelDraw bisa diganti dengan InkScape. Photoshop bahkan lebih banyak yang bisa menggantikannya.

Kalau untuk editing video, Filmora juga menyediakan software mereka secara gratis, tapi tentu ada fitur yang sedikit hilang dan bakal ditandai dengan watermark. Ya namanya juga gratis, kok mau minta banyak?

Sudah berapa budget yang bisa dipangkas? Yap, tinggal Rp3.000.000 saja kebutuhan untuk Microsoft Office yang sebetulnya sudah dipangkas kalau kita membeli laptop berbasis Chrome sebagaimana diatas.

Menguatkan komitmen

Tips terakhir yang mesti diutamakan dan sebetulnya harus jadi yang pertama kali ditekankan adalah komitmen. Ya, komitmen untuk memakai software yang orisinal. Menjaga komitmen ini memang berat, sebab lingkungan sekitar masih kurang mendukung, Misalnya cibiran teman-teman yang mengatakan: \”Kenapa harus keluar duit beli yang orisinal, kalau bisa memakai bajakan?\”. Ini memerlukan komitmen mental yang teguh.

Komitmen selanjutnya adalah komitmen untuk menabung. Sebab dengan menabung, budget yang dibutuhkan untuk membeli software orisinal itu bisa terpenuhi. Meski harus memakan waktu lama, tapi akan selalu ada rasa puas apabila tercapai.

Yang terakhir, mari kita membayangkan berapa banyak hak-hak para teknisi, buruh teknologi, serta para ilmuwan yang karyanya telah dibajak? Ada berapa orang yang kita rampas haknya setiap saat?

Lantas, dari perampasan hak tadi, kemudian software-nya kita pakai untuk mendulang uang atau mencari ilmu. Kalau disandingkan dengan etika, lantas etiskah demikian? Dan kalau berbicara soal agama, halalkah yang semacam ini? Yuk, coba tanyakan ke hati masing-masing.

Leave a Comment